The Diary
Dua remaja itu terlihat asyik dengan kertas-kertas yang
berserakan diatas meja perpustakaan. Lee Eun Ri dan Kim Jong Woon, mereka
tengah mengerjakan tugas essay yang diberikan Choi seongsaenim pada mata
pelajaran kimia tadi.
“Hei, jangan melamun saja. Tugas sudah kita bagi, kerjakan
bagianmu. Kalau hanya diam, kapan tugas ini bisa selesai?” ujar Eun Ri sambil
mendorong beberapa kertas kearah Jong Woon.
Namja itu mendengus, “Hei, tugas ini disetor 31 Oktober 2013, dan hari ini masih tanggal 24 Oktober, Lee Eun Ri. Santai saja!”
“Selain itu, kau kan tahu, aku sama sekali tak mengerti dengan semua senyawa-senyawa yang membosankan ini. Kau kerjakan saja sendiri, kau kan pintar. Lagipula, biasanya kau yang mengerjakan semuanya sendiri” lanjutnya.
Eun Ri menghela nafas, “ Ya Tuhan,Kim Jong Woon. Ini hampir akhir semester, kau mau dimarahi Choi seongsaenim lagi karena hasil ulangan akhirmu yang tak lebih dari angka tiga itu?. Kalau tak disuruh olehnya, aku juga tidak mau membantumu. Kau pikir aku dengan senang hati dan tulus membantumu?” ujar Eun Ri kesal.
Jongwoon terdiam, kemudian berdecak kesal. “Baik baik, aku mengalah. Mana bagianku?” kata Jong Woon. “Seharusnya sejak tadi kau berkata seperti itu. Lagipula, itu tidak susah, semua caranya sudah aku tulis disana” ujar Eun Ri dengan senang. “Karena kau pintar, semua hal kau katakan mudah” jawab Jong Woon dengan kesal. Eun Ri terkekeh, “Sudah, kerjakan saja.”.
Namja itu mendengus, “Hei, tugas ini disetor 31 Oktober 2013, dan hari ini masih tanggal 24 Oktober, Lee Eun Ri. Santai saja!”
“Selain itu, kau kan tahu, aku sama sekali tak mengerti dengan semua senyawa-senyawa yang membosankan ini. Kau kerjakan saja sendiri, kau kan pintar. Lagipula, biasanya kau yang mengerjakan semuanya sendiri” lanjutnya.
Eun Ri menghela nafas, “ Ya Tuhan,Kim Jong Woon. Ini hampir akhir semester, kau mau dimarahi Choi seongsaenim lagi karena hasil ulangan akhirmu yang tak lebih dari angka tiga itu?. Kalau tak disuruh olehnya, aku juga tidak mau membantumu. Kau pikir aku dengan senang hati dan tulus membantumu?” ujar Eun Ri kesal.
Jongwoon terdiam, kemudian berdecak kesal. “Baik baik, aku mengalah. Mana bagianku?” kata Jong Woon. “Seharusnya sejak tadi kau berkata seperti itu. Lagipula, itu tidak susah, semua caranya sudah aku tulis disana” ujar Eun Ri dengan senang. “Karena kau pintar, semua hal kau katakan mudah” jawab Jong Woon dengan kesal. Eun Ri terkekeh, “Sudah, kerjakan saja.”.
30 menit berlalu, mereka masih berkutat dengan kertas-kertas itu. Sampai seorang yeoja datang dan menghampiri Eun Ri. “Lee Eun Ri, kau ditunggu Jung seongsaenim diruang guru” ujar Yeon Ah, yeoja itu. “Jung seongsaenim memanggilku?, memang ada apa Yeon Ah?” tanya Eun Ri. “Sepertinya tentang majalah sekolah, kau kan ketua jurnalistik. Maaf , aku harus pergi, annyeong” kata Yeon Ah sembari melambaikan tangan.
Eun Ri terdiam, menatap kertas yang masih terdapat diatas meja, dan mendesah pelan. “Kenapa masih disini?, apa kau tidak dengar yang dikatakan Yeon Ah?” Tanya Jong Woon sambil mengerjakan soal-soal dihadapannya. “Tapi tugas ini belum selesai, dan kau- “ kata-kata Eun Ri terhenti.
“Sudahlah, jangan pikirkan aku. Aku bisa mengerjakannya sendiri” jawab Jong Woon dengan santai. Eun Ri terlihat ragu, “Kau yakin?”. “Yakin, tenang saja. Sana pergi, nanti kau dimarahi Jung seongsaenim” ujar Jong Woon dengan nada mantap.
“Ya sudah, aku pergi dulu. Aku janji tak akan lama, selesaikan tugasmu ya, bye” ujar Eun Ri sambil berlari keluar perpustakaan. “Aish, manusia itu benar-benar sibuk” ujar Jong Woon kesal.
*****
Sudah hampir 45 menit, dan Eun Ri belum juga datang. Jong
Woon mulai merasa bosan, tugas-tugas yang Eun Ri berikan telah dikerjakannya,
walaupun entah bagaimana hasilnya, mengingat ia menyelesaikannya kurang dari 15
menit.
Di tengah kebosanannya, pandangan Jong Woon jatuh ke buku Eun Ri dengan cover berwarna biru langit, yang terlihat sebagai sebuah diary. “Tapi, apa mungkin seorang Eun Ri suka menulis diary?” batin Jong Woon. Dengan penasaran , Ia membuka buku itu. Matanya menangkap sebuah kata dihalaman pertama yang ditulis dengan indah oleh Eun Ri.
Di tengah kebosanannya, pandangan Jong Woon jatuh ke buku Eun Ri dengan cover berwarna biru langit, yang terlihat sebagai sebuah diary. “Tapi, apa mungkin seorang Eun Ri suka menulis diary?” batin Jong Woon. Dengan penasaran , Ia membuka buku itu. Matanya menangkap sebuah kata dihalaman pertama yang ditulis dengan indah oleh Eun Ri.
“Yesung-ah”
“Yesung?” Jong Woon kebingungan. Dia membalik kertas itu,
dan menemukan kata-kata yang ditulis Eun Ri.
“23 Juli 2012
Hari ini, hari pertamaku belajar di sekolah baru setelah satu minggu masa orientasi. Setelah istirahat, seorang teman datang ke kelas membawa jadwal pelajaran dan menuliskannya dipapan. Semua menulisnya dengan tenang, sampai seorang laki-laki maju ke depan dan duduk di kursi guru untuk lebih jelas melihat tulisannya. Aku -yang duduk didepan meja guru- merasa ada yang aneh dengan laki-laki itu. Tulisan temanku cukup jelas, mengapa harus duduk lebih dekat dengan papan?. Entahlah, aku tak memikirkannya lagi”
Hari ini, hari pertamaku belajar di sekolah baru setelah satu minggu masa orientasi. Setelah istirahat, seorang teman datang ke kelas membawa jadwal pelajaran dan menuliskannya dipapan. Semua menulisnya dengan tenang, sampai seorang laki-laki maju ke depan dan duduk di kursi guru untuk lebih jelas melihat tulisannya. Aku -yang duduk didepan meja guru- merasa ada yang aneh dengan laki-laki itu. Tulisan temanku cukup jelas, mengapa harus duduk lebih dekat dengan papan?. Entahlah, aku tak memikirkannya lagi”
Jong Woon berhenti sejenak, memflashback kenangan-kenangan dalam ingatannya. “Bukankah laki-laki
itu, aku?” gumamnya ketika menyadari sesuatu. Dia semakin penasaran, dia
kembali membalik halaman berikutnya.
“27 Juli 2012
Tuhan memang punya rencana. Saat kegiatan Klub Bahasa Inggris, aku bertemu lagi dengan laki-laki yang aneh itu. Namanya Kim Jong Woon, dan ternyata dia laki-laki yang cukup ramah, tak seperti kesan pertama saat aku melihatnya.
Ada hal yang menarik tentang dirinya, dia cukup fasih berbahasa Inggris. Sesuatu yang keren bagiku.”
Tuhan memang punya rencana. Saat kegiatan Klub Bahasa Inggris, aku bertemu lagi dengan laki-laki yang aneh itu. Namanya Kim Jong Woon, dan ternyata dia laki-laki yang cukup ramah, tak seperti kesan pertama saat aku melihatnya.
Ada hal yang menarik tentang dirinya, dia cukup fasih berbahasa Inggris. Sesuatu yang keren bagiku.”
Jong Woon terkekeh. Dia tak menyangka, kemampuan bahasa
Inggrisnya itu dapat membuat Eun Ri kagum. Ia pikir, Eun Ri tidak pernah kagum
pada siapapun karena Eun Ri hampir bisa melakukan semua hal. Ia membalik
beberapa halaman yang hanya berisi daftar tugas dan kegiatan klub, yang sangat
membosankan untuk Jong Woon. Sampai akhirnya, Ia menemukan lagi tulisan Eun Ri
yang lebih dari daftar agenda.
“28 Oktober 2012
Ketika aku sedang berbincang dengan teman-temanku, tiba-tiba Jong Woon datang dan menanyakan apakah akumemiliki lagu No Other dari Super Junior. Aku terkejut, pertama karena tak banyak laki-laki yang suka atau tahu tentang boyband favoritku itu. Kedua, darimana dia tahu bahwa aku menyukai Super Junior?, apa aku terlalu keras dan heboh ketika membicarakan idolaku itu?, tapi kurasa tidak.
Ketika aku sedang berbincang dengan teman-temanku, tiba-tiba Jong Woon datang dan menanyakan apakah akumemiliki lagu No Other dari Super Junior. Aku terkejut, pertama karena tak banyak laki-laki yang suka atau tahu tentang boyband favoritku itu. Kedua, darimana dia tahu bahwa aku menyukai Super Junior?, apa aku terlalu keras dan heboh ketika membicarakan idolaku itu?, tapi kurasa tidak.
Aku menanggapi
pertanyaan itu dengan sedikit bingung, tapi tetap memperlihatkan rasa
antusiasku.
Pertanyaan itu membuat kami berdua mengobrol cukup panjang tentang Super Junior bahkan aku memanggilnya Yesung, karena kesamaan namanya dengan idolaku itu. Kami tertawa sepanjang pembicaraan,dan entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang aneh dalam diriku saat pembicaraan itu berlangsung.”
Pertanyaan itu membuat kami berdua mengobrol cukup panjang tentang Super Junior bahkan aku memanggilnya Yesung, karena kesamaan namanya dengan idolaku itu. Kami tertawa sepanjang pembicaraan,dan entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang aneh dalam diriku saat pembicaraan itu berlangsung.”
Jong Woon kembali tertawa, dia tak menyangka hal sekecil itu
ternyata berarti banyak untuk Eun Ri. Ternyata banyak hal yang dia tak ketahui
tentang Eun Ri. Ia membaca ulang tulisan pada kertas itu, dan terhenti pada
bagian akhir.
“Sesuatu yang aneh, apa maksudnya?” pikirnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia membalik halaman itu, dan membaca tulisan yang sepertinya lanjutan dari yang Ia baca tadi.
“Sesuatu yang aneh, apa maksudnya?” pikirnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia membalik halaman itu, dan membaca tulisan yang sepertinya lanjutan dari yang Ia baca tadi.
“02 November 2012
Semua terus berlanjut, dan aku merasa semakin aneh. Aku merasa banyak sekali kejadian yang membuatku secara tidak langsung menjadi dekat dengan Jong Woon. Aku sering tertawa dan bercanda dengannya, yang entah mengapa membuatku sangat senang. Aku juga mulai tidak suka ketika temanku berbicara tentangnya. Aku bingung, apa yang aku rasakan sekarang?. Sampai pada akhirnya, aku sadar. Aku menyukainya.
Aku mulai merasa canggung berada didekatnya. Aku tak lagi berani melihat matanya seperti dulu, dan aku sangat tidak nyaman berada didekatnya. Bukan karena aku takut padanya, namun semua itu membuat jantungku berdetak kencang tanpa kendali. Bahkan, ketika tangannya tidak sengaja bersenggolan dengan tanganku, aku merasa hampir pingsan. Aku benar-benar membenci keadaan seperti ini. Aku berharap jantungku terdiri dari otot lurik, agar detaknya bisa aku kendalikan, dan tidak bertindak semaunya seperti ini.”
Semua terus berlanjut, dan aku merasa semakin aneh. Aku merasa banyak sekali kejadian yang membuatku secara tidak langsung menjadi dekat dengan Jong Woon. Aku sering tertawa dan bercanda dengannya, yang entah mengapa membuatku sangat senang. Aku juga mulai tidak suka ketika temanku berbicara tentangnya. Aku bingung, apa yang aku rasakan sekarang?. Sampai pada akhirnya, aku sadar. Aku menyukainya.
Aku mulai merasa canggung berada didekatnya. Aku tak lagi berani melihat matanya seperti dulu, dan aku sangat tidak nyaman berada didekatnya. Bukan karena aku takut padanya, namun semua itu membuat jantungku berdetak kencang tanpa kendali. Bahkan, ketika tangannya tidak sengaja bersenggolan dengan tanganku, aku merasa hampir pingsan. Aku benar-benar membenci keadaan seperti ini. Aku berharap jantungku terdiri dari otot lurik, agar detaknya bisa aku kendalikan, dan tidak bertindak semaunya seperti ini.”
Jong Woon membaca halaman ini sambil meminum kola yang
diam-diam dia bawa ke perpustakaan tanpa sepengetahuan penjaga, dan hal itu
membuatnya tersedak, hampir memuntahkan semua kola dimulutnya. Jong Woon
semakin penasaran, Ia membalik halaman-halaman itu dengan cepat.
“23 November 2012
Sore hari, aku masih berada di sekolah karena kegiatan Klub, dan hari ini aku benar-benar kesal. Bagaimana tidak, satu-satunya teman perempuanku di Klub sibuk bermesraan dengan pacarnya dan meninggalkan aku - yang belum mengenal siapapun disana- diam sendiri sepanjang kegiatan. Sampai kegiatan selesaipun, ia masih disana bersama pacarnya. Aku mengajaknya pulang, namun ia malah berjalan lebih dulu dengan pacarnya.
Aku benar-benar kesal.
Namun tanpa kusangka, Jong Woon menghampiriku, merangkul bahuku,memanggilku chagi-ya dan mengajakku pulang. Aku mematung, melihat tangannya dan berjalan dengan perasaan yang bercampuraduk.
Ya Tuhan, nampaknya dia benar-benar berniat untuk membunuhku. Dia sukses membuat jantungku berhenti berdetak untuk sesaat. Aku hanya berharap, wajah tak bernyawaku tadi tak tertangkap mata oleh Jong Woon.”
Sore hari, aku masih berada di sekolah karena kegiatan Klub, dan hari ini aku benar-benar kesal. Bagaimana tidak, satu-satunya teman perempuanku di Klub sibuk bermesraan dengan pacarnya dan meninggalkan aku - yang belum mengenal siapapun disana- diam sendiri sepanjang kegiatan. Sampai kegiatan selesaipun, ia masih disana bersama pacarnya. Aku mengajaknya pulang, namun ia malah berjalan lebih dulu dengan pacarnya.
Aku benar-benar kesal.
Namun tanpa kusangka, Jong Woon menghampiriku, merangkul bahuku,memanggilku chagi-ya dan mengajakku pulang. Aku mematung, melihat tangannya dan berjalan dengan perasaan yang bercampuraduk.
Ya Tuhan, nampaknya dia benar-benar berniat untuk membunuhku. Dia sukses membuat jantungku berhenti berdetak untuk sesaat. Aku hanya berharap, wajah tak bernyawaku tadi tak tertangkap mata oleh Jong Woon.”
Jong Woon terdiam, terkejut. Selama ini, Ia pikir Ia tahu
segala sesuatu tentang Eun Ri, tapi ternyata dia salah, masih banyak yang tak
dia tahu. Dia membalik halaman-halaman buku itu secara cepat, mencoba menemukan
tulisan Eun Ri yang ditulis dalam tahun ini, 2013, karena semua tulisan tadi
bertahun 2012. Sampai akhirnya dia menemukan tulisan yang ditulis Eun Ri
sekitar sebulan lalu.
“14 September 2013
Wah, sudah lama sekali aku tidak menulis diary. Waktuku habis untuk membuat tugas-tugas dan kegiatan klub, karena sekarang aku sudah kelas sebelas, sekarang aku senior, Yeay!. Semua hal ini menyenangkan, walau kadang membuatku jatuh sakit karena kelelahan. Namun, ada banyak hal yang tak berubah.Contohnya, Jong Woon.
Aku, perasaanku, dan hubunganku dengan Jong Woon tetap seperti itu sampai kami naik ke kelas sebelas. Tak ada perubahan. Namun kini, aku mulai bingung. Sebenarnya, aku menyukai Jong Woon sebagai apa?.
Selama ini aku mendefinisikan rasa sukaku sebagai rasa suka seorang fans pada idolanya. Aku fikir, rasa ini sama seperti apa yang aku miliki untuk Siwon, Yesung, dan idolaku yang lain. Lalu mengapa aku merasa tak suka melihatnya dekat dengan perempuan lain?, mengapa aku merasa sangat terusik saat banyak junior yang menjadikan Jong Woon sebagai idola mereka?.
Jong Woon memang menyenangkan, berbakat dalam banyak hal, dan baik. Sosok yang pantas memiliki banyak fans, karena pribadinya yang memang mempesona. Namun mengapa aku masih tak bisa menerima kehadiran fansnya yang lain?. Aku berfikir keras, dan akhirnya aku mempercayai semua pemikiran yang dapat kusimpulkan.
Aku menyukai Kim Jong Woon bukan sebagai idolaku. Aku menyukainya sebagai laki-laki. Ini perasaan dari seorang wanita kepada laki-laki. Aku menyukai Kim Jong Woon. Aku mencintai Kim Jong Woon.”
Wah, sudah lama sekali aku tidak menulis diary. Waktuku habis untuk membuat tugas-tugas dan kegiatan klub, karena sekarang aku sudah kelas sebelas, sekarang aku senior, Yeay!. Semua hal ini menyenangkan, walau kadang membuatku jatuh sakit karena kelelahan. Namun, ada banyak hal yang tak berubah.Contohnya, Jong Woon.
Aku, perasaanku, dan hubunganku dengan Jong Woon tetap seperti itu sampai kami naik ke kelas sebelas. Tak ada perubahan. Namun kini, aku mulai bingung. Sebenarnya, aku menyukai Jong Woon sebagai apa?.
Selama ini aku mendefinisikan rasa sukaku sebagai rasa suka seorang fans pada idolanya. Aku fikir, rasa ini sama seperti apa yang aku miliki untuk Siwon, Yesung, dan idolaku yang lain. Lalu mengapa aku merasa tak suka melihatnya dekat dengan perempuan lain?, mengapa aku merasa sangat terusik saat banyak junior yang menjadikan Jong Woon sebagai idola mereka?.
Jong Woon memang menyenangkan, berbakat dalam banyak hal, dan baik. Sosok yang pantas memiliki banyak fans, karena pribadinya yang memang mempesona. Namun mengapa aku masih tak bisa menerima kehadiran fansnya yang lain?. Aku berfikir keras, dan akhirnya aku mempercayai semua pemikiran yang dapat kusimpulkan.
Aku menyukai Kim Jong Woon bukan sebagai idolaku. Aku menyukainya sebagai laki-laki. Ini perasaan dari seorang wanita kepada laki-laki. Aku menyukai Kim Jong Woon. Aku mencintai Kim Jong Woon.”
“Yesung-ah, apa yang sedang kau baca?”
Jong Woon terkejut, cepat-cepat ia menutup buku diary itu dan menaruhnya di tempat semula sebelum Eun Ri melihatnya. “Ah, tidak. Aku hanya mengecek jawabanku. Oh ya, bagaimana urusannya?, sudah selesai?”, tanya Jong Woon, sambil menyembunyikan keterkejutannya. “Sudah, baru saja selesai. Maaf membuatmu menunggu lama” jawab Eun Ri. “Tidak apa-apa. Ayo, lanjutkan kita tugasnya” ujar Jong Woon. Eun Ri tersenyum, menarik kursi, dan kembali berkutat dengan kertas-kertas itu.
Jong Woon terkejut, cepat-cepat ia menutup buku diary itu dan menaruhnya di tempat semula sebelum Eun Ri melihatnya. “Ah, tidak. Aku hanya mengecek jawabanku. Oh ya, bagaimana urusannya?, sudah selesai?”, tanya Jong Woon, sambil menyembunyikan keterkejutannya. “Sudah, baru saja selesai. Maaf membuatmu menunggu lama” jawab Eun Ri. “Tidak apa-apa. Ayo, lanjutkan kita tugasnya” ujar Jong Woon. Eun Ri tersenyum, menarik kursi, dan kembali berkutat dengan kertas-kertas itu.
Jong Woon menatap Eun Ri yang sedang sibuk dengan tugasnya,
dan Jong Woon tersenyum. Ia sedikit kecewa, karena tak sempat membaca seluruh
isi diary Eun Ri. Namun, Ia tetap senang. Setidaknya, sekarang dia tahu,
perempuan yang duduk dihadapannya ini memiliki perasaan yang sama dengannya.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar